PENDAHULUAN
1.1.Latar
Belakang
Seorang
filsuf dan negarawan terkenal asal Irlandia, Edmund Burke, pernah berkata,
“seseorang tidak dapat melihat masa depan anak keturunannya tanpa melihat latar
belakang nenek moyang mereka.” Sementara seorang Novelis kenamaan asal Inggris,
Aldous Huxley, menulis, “Orang-orang tidak banyak mempelajari sejarah, padahal
yang diajarkan sejarah merupakan hal terpenting dari semua pelajaran,”[1]
Mengetahui
biografi seorang tokoh merupakan suatu cara untuk dapat mengenal dan memahami
tokoh. Seperti halnya seorang tokoh sufi, Mengetahui perjalanan hidup mereka merupakan satu cara untuk
bisa mengikuti langkah mereka dalam menapaki tahap tasawuf. Karena dari biografi
mereka kita akan tahu awal mula mereka belajar ilmu tersebut.
Salah satu tokoh sufi yang terkenal
ialah Abdul
Karim al-Jilli, beliau merupakan salah
satu tokoh sufi yang terkenal dengan ajaran Insan Al-Kamil. Penulis
berharap dengan adanya makalah ini dapat membantu memahami biografi serta
ajaran-ajarannya dari tokoh sufi Abdul Karim al-Jilli.
1.2.Rumusan Masalah
- Bagaimana Riwayat Hidup Abdul Karim al-Jilli?
- Bagaimana Ajaran-ajaran Tasawuf Abdul Karim al-Jilli ?
- Bagaimana Cara Pendekatan Kaum Sufi Pada Tuhan ?
PEMBAHASAN
2.1.Riwayat
Hidup
Nama lengkapnya adalah Abdul Karim bin
Ibrahim Al-Jili. Ia lahir pada tahun 1363 M di Jilan (Gilan), sebuah provinsi
di sebelah selatan Kasfia dan wafat pada tahun 1417 M. Nama Al-Jili diambil dari tempat kelahirannya
di Gilan. Ia adalah seorang sufi terkenal dari Baghdad. Riwayat hidupnya tidak banyak
diketahui oleh para ahli sejarah, tetapi sebuah sumber mengatakan bahwa ia
pernah melakukan perjalanan ke india tahun 1387 M. kemudian belajar tasawuf
dibawah bimbingan Abdul Qadir Al-Jailani, seorang pendiri dan pemimpin tarekat
Qadiriyah yang sangat terkenal. Di samping itu, berguru pula pada Syekh
Syarafuddin Isma’il bin Ibrahim Al-Jabarti di Zabid (Yaman) pada tahun
1393-1403 M.[2]
Ia mendapatkan gelar kehormatan ”syaikh”
yang biasa dipakai di awal namanya. Selain itu, ia juga mendapat gelar ”Quthb
al-Din” (kutub/poros agama), suatu gelar tertinggi dalam hirarki sufi.
Namanya dinisbatkan dengan Al-jili karena ia berasal dari Jilan. Akan tetapi,
Goldziher mengatakan, penisbatan itu bukan pada Jilan, tetapi pada nama sebuah
desa dalam distrik Bagdad ”jil’.
Dalam tulis menulis, Al-Jilli termasuk
seorang sufi yang kreatif. Karangannya yang mengenai tasawuf tidak kurang dari
dua puluh buah. Namun, karyanya yang sangat terkenal adalah kitab Al-Insan
Al-Kamil fi Ma’rifat Al-Awakhir Wa Al-Awail yang terdiri atas dua juz dan
berisi 63 bab. Buku Al-Insan Al-Kamil fi Ma’rifat Al-Awakhir tersebut
pernah menggemparkan ulama-ulama sunni dan ulama fiqih pada masa itu, meskipun
isinya hanya menjelaskan buah pikiran ibn,Arabi dan Jalal Al-Din Ar-Rumi. Oleh
karena itu,Al-Jilli terkenal sebagai penerus dan pembela ajaran Ibn Arabi dan
Jalal Ad-Din Ar-Rumi, meskipun dalam beberapa persoalan mereka berbeda
pendapat.
Apabila Ibn Arabi mendapat pengaruh dari
pendahulunya, baik dalam pemikiran maupun dalam falsafatnya,maka ia juga telah
memberi pengaruh besar kepada sufi generasi berikutnya, antara lain Abd
Al-Karim Al-Jilli, terutama mengenai konsep Insan Kamil.
Dengan menerima gagasan tentang wahdat
al-wujud,Al-Jilli berusaha melacak asal-usul wujud sejati yang disebut ahadiyah,
huwiyah, dan aniyah.
Manusia pada hakikatnya adalah pemikir
kosmis yang mempertalikan wujud mutlak dengan alam materi. Sebaliknya, melalui
tiga tahapan yang sesuai dengan penerapan mistik,seorang sufi dapat berharap
dapat menelusuri asal-usul, sehingga akhirnya dengan menjadi Insan Kamil
yang bersih dari segala sifat dan nama (atribut) kembali kepada yang mutlak
dari yang mutlak.[3]
Ajaran Al-Jilli secara garis besar
meliputi pengertian tentang Zat Mutlak, masalah Roh, tentang Nur Muhammad, dan Insan
Kamil.
2.2.Ajaran
Tasawuf Al-Jilli
1. Zat
Mutlak
Zat mutlak, menurut Al-Jilli , adalah
sesuatu yang dihubungkan kepadanya nama dan sifat zatiyah dan bukan pada
wujudnya. Dalam arti bahwa setiap nama atau sifat yang dihungkan kepada
sesuatu, maka sesuatu itu disebut dzat, baik wujud maupun tidak wujud dzat
Allah itu gaib dengan sendirinya tidak dapat dicapai atau dijangkau dengan
isyarat apapun. Dengan demikian, untuk mencapai dzat yang tertinggi harus
ditempuh melalui jalan kyasaf ilahi. Tanpa mengetahu kyadat tersebut , maka
pendekatan terhadat dat ilahi ttidak mungkin dapat dicapai karena dzat tersebut
berada diluar jangkauan pengetahuan biasa dan panca indera. Kyasaf tersebut,
menurut Al-Jilli, dapat ditempuh melalui tahapan-tahapan sebagai berikut:
a. Fana
dari dirinya sendiri untuk mencapai kehadirat Tuhan
b. Fana
dari Tuhan untuk mencapai rahasia-rahasia rububiyah
c. Fana
dari ketergantungan dari sifat Tuhan untuk berhubungan dengan dat Tuhan.
2. Roh
Ajaran Al-Jilli yang lainnya adalah Roh.
Menurutnya, roh adalah malaikat yang diciptakan Tuhan dari cahaya-Nya, kemudian
dari malaikat ini Tuhan menciptakan Alam. Malaikat merupakan makhluk yang
terdekat disisi Allah. Oleh karena itu , ia diberi tempat di alam ufuq, alam
jabarut, dan alam malakut.
Sedangkan ruh Al-Qudus merupakan wajah
yang khas dari wajah Tuhan yang dengan wajah itu terciptalah yang wujud dialam
ini. Ruh Al-Qudus berarti roh yang suci dari semua yang maujud.roh itu
disebut juga dengan wajah ilahi yang ada dalam semua makhluk.
3. Nur
Muhammad
Nur Muhammad Al-Jilli, adalah sebagai
gambaran (shuroh) Allah yang bersifat Azali yang muncul dalam semua
bentuk (shuroh) para nabi, dari Adam sampai Isa, akhirnya muncul
penampakan diri dalam bentuk Nabi Muhammad itu sendiri.
Penampakan Nur Muhammad tidak terhenti
hingga Muhammad wafat. Tetapi tetap masih berlanjut kedalam diri para wali.hal
ini yang menimbulkan eratnya hubungan serta rasa cinta antara para sufi dengan
Muhammad hingga membawa kepada leburnya (fana) antara yang emmncintai
dengan yang dicintai. Bagi kalangan sufi tertentu, masalah ini diekspresiakan
dengan teori fana fi al rasul . kaum mistik tersebut tidak langsung
menuju Tuhan, tetapi terlebih dahulu fana fi al-rasul dan selanjutnya fana
fi Allah.[4]
Nur Muhammad merupakan ciptaan Allah
yang pertama dan darinya bersumber segala sesuatu. Dengan adanya Nur Muhammad
tersebut, Tuhan tidak lagi langsung mengatur dunia. Nur Muhammad sebagai daya kosmik yang mengatur segala yang
ada didunia ini.
4. Insan
Kamil
Insan kamil berasal dari bahasa Arab,
yaitu dari dua kata insan dan kamil.[5]Secara
umum,istilah “insan kamil” sering dinamakan orang sebagai manusia
sempurna.pengertian insan kamil menurutAl- Jilli dirumuskan sebagai
berikut:
“insan kamil pertama sejak adanya wujud
hingga akhir lamanya, yang mengkristal pada setiap zaman”
“Dan insan kamil adalah Nabi Muhammad”
“Maka insan kamil merupakan asalnya
wujud, atau menjadi poros yang kemudian berkembang atasnya roh wujud dari awal
hingga akhirnya.[6]
Menurut Al-Jilli, insan kamil
adalah nuskhah atau copy Tuhan, seperti disebutkan dalam hadits:
خلق الله ادم
على صورةالرحمن
“Allah Menciptakan Adam dalam bentuk
yang Maha Rahman”
خلق الله ادم
على صورته
“Allah menciptakan adam dalam bentuk-Nya”
Sebagai mana diketahui, Tuhan memiliki
sifat-sifat seperti hidup,pandai,mampu berkehendak,mendengar,dan sebagainya.
Manusia (Adam) pun memiliki sifat-sifat seperti itu. Proses yang terjadi setelah
ini adalah setelah Tuhan menciptakan substansi, Huwiyah Tuhan dihadapkan
dengan huwiyah Adam, aniyah-Nya disandingkan dengan aniyah Adam,
dan akhirnya Adam berhadapan dengan Tuhan dalam segala hakikat-Nya. Melalui konsep
ini, bahwa Adam dilihat dari sisi penciptaannya merupakan salah seorang insan
kamil dengan segala kesempurnaannya. Sebab, pada dirinya terdapat sifat dan
nama Ilahiah.[7]
Al-Jilli berpendapat bahwa nama-nama dan
sifat-sifat ilahiah itu pada dasarnya merupakan milik insan kamil
sebagai suatu kemestian yang inheren dengan esensinya. Sebab, sifat-sifat dan
nama-nama tersebut tidak memiliki tempat berwujud, melainkan kepada insan
kamil.
Al-Jilli mengemukakan bahwa perumpamaan
hubungan Tuhan dengan insan kamil adalah bagaikan cermin dimana
seseorang tidak akan dapat melihat bentuk dirinya,kecuali melalui cermin itu.
Demikian pula halnya dengan insan
kamil, ia tidak dapat melihat dirinya, kecuali dengan cermin Tuhan,
sebagaimana Tuhan tidak dapat melihat diri-Nya, kecuali melalui insan kamil.
إِنَّا عَرَضْنَا ٱلْأَمَانَةَ عَلَى ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ وَٱلْجِبَالِ فَأَبَيْنَ أَن يَحْمِلْنَهَا وَأَشْفَقْنَ مِنْهَا وَحَمَلَهَا ٱلْإِنسَٰنُ إِنَّهُۥ كَانَ ظَلُومًا جَهُولًا ﴿٧٢﴾
Artinya: Al-Jilli berkata bahwa
duplikasi Al-kamal (kesempurnaan) adalah sama dengan semua yang dimiliki oleh
manusia, bagaikan cermin yang saling berhadapan. Ketidak sempurnaan manusia
disebabkan oleh hal-hal yang bersifat ardhi, termasuk ketika manusia
berada dalam kandungan ibunya(Al-Ahzab(33):72)
Lebih lanjut, Al-Jili berkata bahwa
duplikasi Al-Kamal (kesempurnaan) dimiliki manusia, bagaikan cermin yang saling
berhadapan. Ketidaksempurnaan manusia disebabkan oleh hal-hal yang bersifat Ardhi,
termasuk bayi yang berada dalam kandungan ibunya. Al-Kamal dalam konsep
Al-Jili mungkin dimilki oleh manusia secara profesioanal dan mungkin pula
secara actual seperti yang terdapat dalam wali-wali dan nabi-nabi meskipun
dalam intensitas yang berbeda. Intensitas Al-Kamal yang paling tinggi
terdapat dalam diri Nabi Muhammad SAW sehingga manusia yang lain, baik
nabi-nabi ataupun wali-wali, bila dibandingkan dengan Muhammad bagaikan
al-kamil (yang sempurna) dengan al-akmal (yang paling sempurna).
Insan Kamil menurut konsepAl-Jilli ialah perencanaan dzat
Allah (Nuktah Al-Haqq) melalui proses empat tajalli seperti tersebutdi atas
sekaligus sebagai proses maujudat yang terhimpun dalam diri Muhammad
SAW.
Menurut Arberry, konsep insan kamil
Al-Jilli dekat dengan konsep hulul Al-Hallaj dan konsep ittihad Ibn Arabi, yaitu integrasi sifat lahut dan
Nasut dalam suatu pribadi sebagai pancaran dari Nur Muhammad. Adapun Ibn Arabi
mentransfer konsep Hulul Al-Hallaj dalam paham ittihad ketika menggambarkan insan kamil
sebagai wali- wali Allah, yaitu diliputi oleh Nur Muhammad.[8]
Dengan demikian, dari sudut pandang
manusia, Tuhan merupakan cermin bagi manusia untuk melihat dirinya. Ia tidak
mungkin melihat dirinya tanpa cermin itu sebaliknya, karena Tuhan mengharuskan
diri-Nya agar sifat-sifat dan nama-Nya tidak terlihat, Tuhan menciptakan Insan
Kamil sebagai cermin bagi diri-Nya. Dari sini, tampak bahwa ada hubungan
antara Tuhan dan Insan Kamil.
Insan Kamil bagi Al-Jilli merupakan proses tempat
beredarnya segala yang wujud (aflak al wujud) dari awal sampai akhir. Di
samping itu, Insan Kamil dapat
muncul dan menampakkan dirinya dalam berbagai macam. Ia diberi nama dengan nama
yang tidak diberikan kepada orang lain, nama aslinya adalah Muhammad, nama
kehormatannya Abu Al-Qosim, dan gelarnya syamsu Ad-Din.
Dari uraian di atas, Al-Jilli menunjukan
penghargaan dan penghormatan yang tinggi kepada Nabi Muhammad sebagai Insan
Kamil yang paling sempurna. Sebab meskipun beliau telah wafat,Nur nya tetap
abadi dan mengambil bentuk pada diri orang-orang yang masih hidup.
Kajian Insan Kamil yang dibawa al-Jili
meninggalkan pengaruh yang besar pada sufi-sufi sesudahnya. Hal ini terlihat
pada semakin banyaknya komentar atas kitab al-Insal al-Kamil serta semakin
meluasnya pemakaian istilah-istilah yang menyangkut konsep Insan Kamil dalam
masyarakat, terutama di kalangan sufi. Diantara komentar atas Kitab a-Insan
al-Kamil adalah Mudihat al-Hal fi Ba’d Masmuat al-Dajjal oleh Ahmad ibn Muhammad
al-Madani (w. 107 H/1660 M), Kasyf al-Bayan an ‘Asrar al-Adyan fi Kitab
al-Insan al-Kamil wa Kamil al-Insan oleh Abd al-Ghani al-Nabulusi (w. 1143 H/
1731 M), dan komentar-komentar yang ditulis Ali Zadah Abd al-Baqi ibn ‘Ali (w.
1159 H/1745 M), dan Syaikh Ali ibn Hijazi al-Buyumi (w.1183 H/1710 M).
2.3.Cara
Pendekatan Kaum Sufi Pada Tuhan
Untuk
mendekatkan diri pada Tuhan, seorang sufi harus menempuh jalan panjang berupa
stasiun-stasiun atau disebut maqamat dalam istilah Arab.
Sebagai
seorang sufi, Al- Jilli dengan membawa filsafat insan kamil merumuskan
beberapa maqam yang harus dilalui seorang sufi, yang menurut itilah Al-Jilli
disebut martabah atau jenja/
tingkat.
a. Islam:
Islam yang didasarkan pada lima pokok atau rukun dalam pemahaman kaum sufi
tidak hanya dilakukan secara ritual saja. Tetapi harus dipahami dan dirasakan
lebih dalam.
b. Iman
: membenarkan dengan sepenuh kayakinan akan rukun iman dan melaksanakan
dasar-dasar islam. Iman merupakan tangga pertama untuk mengungkap tabir aam
ghaib dan alat yang membantu seseorang mencapai tingat atau maqam yang lebih
tinggi. Iman menunjukan sampainya hati mengetahui sesuatu yang jauh diluar
jangkaun akal. Sebab sesuatu yang diketahui akal tidak selalu membawa kepada
keimanan.
c. Sholah
: yakni dengan maqam ini telah menunjukan bahwa seorang sufi mencapai tingkat
menyaksikan efek atau atsar dari nama dan sifat Tuhan, sehingga dalam ibadahnya
ia merasa seakan-akan berada dihadapannya
d. Ihsan
: persyaratan yang harus ditempuh dalam maqam ini adalah sikat istiqamah dalam
taubat, inabah, zuhud, tawakal, tafwidh, ridho, dan ikhlas.
e. Sahadah
: seorang sufi dalam maqam ini telah mencapai
iradah yang bercirikan, mahabah kepada Tuhan tanpa pamrih, mengingat-Nya
secara terus menerus, dan meninggalkan hal-hal yang menjadi keinginan pribadi.
f. Sidiqiyah
: istilah ini menggambarkan tingkat pencapaian hakikat yang ma’rifat yang
diperoleh secara bertahap dari ilmu al- yaqin, ain al-yaqin sampai haqq al yaqin.
g. Qurbah
: maqam ini merupan maqam yang memukinkan seorang sufi dapat menampakkan diri
dalam sifat dengan nama yang mendekati sifat dan mana Tuhan.
PENUTUP
Kesimpulan
Nama
lengkap al-Jilli adalah Abdul Karim bin
Ibrahim Al-Jili. Ia lahir pada tahun 1363 M di Jilan (Gilan), sebuah provinsi
di sebelah selatan Kasfia dan wafat pada tahun 1417 M. Ia mendapatkan gelar kehormatan ”syaikh” yang
biasa dipakai di awal namanya.
Ajaran
Al-Jilli secara garis besar meliputi pengertian tentang Zat Mutlak, masalah
Roh, tentang Nur Muhammad, dan Insan Kamil. Zat mutlak, menurut Al-Jilli
, adalah sesuatu yang dihubungkan kepadanya nama dan sifat zatiyah dan
bukan pada wujudnya. Ajaran Al-Jilli yang lainnya adalah Roh. Menurutnya, roh
adalah malaikat yang diciptakan Tuhan dari cahaya-Nya, kemudian dari malaikat
ini Tuhan menciptakan Alam. Malaikat merupakan makhluk yang terdekat disisi
Allah. Oleh karena itu , ia diberi tempat di alam ufuq, alam jabarut,
dan alam malakut.
Nur
Muhammad Al-Jilli, adalah sebagai gambaran (shuroh) Allah yang bersifat
Azali yang muncul dalam semua bentuk (shuroh) para nabi, dari Adam
sampai Isa, akhirnya muncul penampakan diri dalam bentuk Nabi Muhammad itu
sendiri. Menurut Al-Jilli, insan kamil adalah nuskhah atau copy Tuhan, pengertian
insan kamil menurutAl- Jilli dirumuskan sebagai berikut:
“insan
kamil pertama sejak adanya wujud hingga akhir lamanya, yang mengkristal pada
setiap zaman”
“Dan
insan kamil adalah Nabi Muhammad”
“Maka
insan kamil merupakan asalnya wujud, atau menjadi poros yang kemudian
berkembang atasnya roh wujud dari awal hingga akhirnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Al-Misriy,
Badruttamam Bsya. Tasawuf Anak Muda.
Jakarta: Pustaka Group.2009.
Khan,
Muhammad Mojlum. 100 Muslim . Jakarta: Noura Books Mizan Publika. 2012.
Rusli, Rislan. Tasawuf Dan Tarekat:
Studi Pemikiran Dan Pengalaman Sufi. Jakatra:Pt Rajagafindo Persada. 2013.
Solihin,
M. Dan Rosihon Anwar, Ilmu Tasawuf. Bandung: Penerbit Pustaka Setia.
2008.
Solihin, M. Tasawuf Tematik:
Membedah Tema-Tema Penting Tasawuf . Bandung: Penerbit Pustaka Setia. 2003.
Solihin,
Tokoh-Tokoh Sufi Lintas Zaman. Bandung: Cv Pustaka Setia. 2003.
[1] Muhammad Mojlum Khan, 100
Muslim (Jakarta: Noura Books Mizan Publika, 2012)Hlm. xi
[2] M.Solihin Dan Rosihon Anwar, Ilmu
Tasawuf (Bandung:Penerbit Pustaka
Setia, 2008) Hlm. 184
[3] Rislan Rusli, Tasawuf Dan
Tarekat: Studi Pemikiran Dan Pengalaman Sufi (Jakatra:PT Rajagafindo
Persada, 2013) Hlm.151
[4] Rislan Rusli, Tasawuf Dan
Tarekat., Hlm. 153
[5] Badruttamam Bsya Al-Misriy, Tasawuf
Anak Muda (Jakarta:Pustaka Group,2009) Hlm.29
[6] M.Solihin,Tasawuf Tematik:
Membedah Tema-Tema Penting Tasawuf
(Bandung:Penerbit Pustaka Setia, 2003) Hlm. 101
[7] M.Solihin Dan Rosihon Anwar, Ilmu
Tasawuf,. Hlm 185
[8] Solihin, Tokoh-Tokoh Sufi
Lintas Zaman (Bandung:CV Pustaka Setia, 2003)Hlm. 185
0 komentar:
Posting Komentar