PENDAHUUAN
A.
Pengantar
Karaktar
itu sama dengan akhlak dalam pandangan Islam. Akhlak dalam pandangan Islam
adalah kepribaddin. Kepribadian itu komponennya tiga yaitu tahu (pengetahuan),
sikap, dan perilaku. Yang dimaksud kepribadian utuh ialah bila pengetahuansama
dengan sikap, sama dengan perilaku. Kepribadian pecah ialah bila pengetahuan
sama dengan sikap tetapi tidaksama dengan perilakunya,atau pengetahuan tidak
sama dengan sikap, tidak sama dengan perilaku. Dia tahu jujur itu baik, dia
siap menjadi orang jujur, tetapi perilakunya sering tidak jujur, ini contoh
kepribadian pecah. Akhlak itu sangat penting, ia menjadi penanda manusia, bila
akhlaknya baik makaia adalah manusia, bila tidak, bukan.
Para
Nabi diutus Tuhan untuk menyempurnakan akhlak manusia, supaya manusia dapat
melaksanakan tugasnya, tugas manusia ialah menjadi manusia. Inilah takdir bagi
manusia, manusia harus menjadi manusia. Kelaknya, Inilah tugas pendidikan yaitu
membantu manusia menjadi manusia. Menurut kitab suci, seseorang manusia,
sekelompok manusia, akan hancur oleh buruknya akhlaknya. Menurut buku sejarah,
seseorang, sekelompok orang, negara, juga hancur disebabkan oleh akhlaknya.
Menurut kenyataan sehari-hari, seseorang, sekelompok orang, negara, juga hancur
karena akhlaknya. Jelaslah bahwa akhlak atau karakter itu sangat penting. Ia
menjadi penanda bahwa seseorang itu layak atau tidak layak disebut manusia.
Karena itu, pendidikan akhlak adalah bidang pendidikan yang terpenting.
B.
Rumusan Masalah
1. Apa Makna Pendidikan ?
2. Apa Pengertian Karakter ?
3. Apa Pengertian Pendidikan Karakter
4. Apa
Beda Karakter dan Beda Karakter
5. Bagaimana Tinjauan Islam Tentang
Pendidikan Karakter ?
A. Makna pendidikan
Secara etimologi, pendidikan berasal
dari bahasa Yunani, Paedagogiek. Pais berarti anak, gogos artinya
membimbing/tuntunan, dan iek artinya ilmu. Jadi secara etimologi paedagogiek
adalah ilmu yang membicarakan bagaimana memberikan bimbingan kepada anak. Dalam
bahasa inggris pendidikan diterjemahkan menjadi education. Education
berasal dari bahasa yunani eduare yang berarti membawa keluar
yang tersimpan dalam jiwa anak, untuk dituntun agar tumbuh dan berkembang. [1]
Pendidikan
merupakan bagian pentinng dari kehidupan manusia yang tak pernah
bisa ditinggalkan. Sebagai sebuah
proses, ada dua asumsi yang
berbeda mengenai pendidikan dalam kehidupan manusia. Pertama, ia bisa dianggap
sebagai sebuah proses yang terjadi secara tidak sengaja atau
berjalan secara alamiah. Dalam hal ini, pendidikan mengguunakan metode-metode yang dipelajari serta berdasarkan
aturan-aturan yang telah disepakati
mekannisme penyelenggaraannya oleh suatu komonitas masyarakat (negara),
melainkan lebih merupakan bagian dari kehidupan yang memang telah berjalan
sejak manusia itu ada. Pengertian ini merujuk pada fakta
bahwa pada dasarnya manusia secara alamiah merupakan makhluk yang belajar dari
peristiwa alam dan gejala-gejala
kehidupan yang ada untuk mengembangkan kehidupannya.
Pada
kenyataanya, alam adalah “sekolah” besar yang telah mangajari manusia dengan
situasi geraknya (gerak alam). Alam yang bergerak dan berubah, dengan
tingkat kesulitan dan kemudahan yang
dihadapi manusia, direspons oleh manusia
dan menggerakkan cara pandangnya, kemampuan mengambil kesimpulan, dan
mengakumulasi pengetahuan yang didapat dari pengalaman-pengalaman dialektis
terhadap alam. Hal itu belangsung dalam waktu yang lama sebelum pendidikan
direduksi (disempitkan) derajatnya menjadi sekolah. Ribuan dan jutaan tahun
manusia belajar dari alam , telah menghasilkan berbagai macam pengetahuan,
keterampilan, teknologi, dan nilai-nilai yang mengikuti perkembangan masyarakat
tersebut. Di sinilah, pendidikan berjalan secara alamiah tanpa rekayasa untuk
kepentingan pihak tertentu yang secara sengaja mendesain pendidikan untuk
membangun sistem kekuasaan.
Kedua,
pendidikan bisa dianggap sebagai proses yang terjadi secara sengaja,
direncanakan, didesain, dan diorganisasi berdasarkan aturan yang berlaku,
terutama perundang-undangan yang dibuat atas dasar kesepakatan masyarakat.
Misalnya, kita punya UU Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) yang merupakan
dasar penyelenggaraan pendidikan. Oleh
karena itulah, kata pendidikan yang
berasal dari bahasa Inggris education berasal
dari bahasa Latin educare atau educere, yang artinya melatih atau
menjinakkan (seperti dalam konteks manusia melatih hewan-hewan yang liar
menjadijinak sehingga bisa diternakkan); juga berarti menyuburkan (membuat
tanah menjadi baik yang siap menjadi persemaian tumbuhanyang berkembang baik
tanahnya digarap dan diolah). Pendidikan sebagai sebuah kegiatan danproses
aktivitas yang disengaja ini merupakan gejala masyarakat ketika sudah mulai
disadari pentingnya upaya untuk membentuk, mengarahkan, dan mengatur manusia
sebagaimana dicita-citakan masyarakat terutama cita-cita orang-orang yang
mendapatkankekuasaan. [2]
B. Pengertian Karakter
Seorangfilsuf
Yunani bernama Aristoteles
mendefinisikan karakter yang baik sebagai kehidupan dengan melakukan tindakan-tindakan yang benar
sehubungan dengan diri seseorang dan orang lain. Aristoteles mengingatkan
kepada kita tentang apa yang cenderung kita lupakan di masa sekarang ini. Kehidupan
yang berbudi luhur termasuk kebaikan yang berorientasi pada diri sendiri
(seperti kontrol diri dan moderasi) sebagaimana halnya dengan kebaikan yang
berorientasi pada hal lainnya (seperti kemurahan hati dan belas kasihan), dan
kedua jenis kebaikan ini berhubungan. Kita perlu mengendalikan diri kita
sendiri, keinginan kita, hasrat kita, untuk melakukan hal yang baik bagi orang
lain.
Menurut
Simon Philips, karakteradalah kumpulan tata nilai yang menuju pada suatu sistem, yang melandasi pemikiran,sikap,
dan perilaku yang ditampilkan. Sedangkan Doni Koesoema A. Memahami bahwa
karakter sama dengan kepribadian. Kepribadiandianggap sebagai ciri, atau karakteristik, atau gaya,
atau sifat khas dari diri seseorang yang
bersumber dari bentukan-bentukan yangditerima dari lingkungan misalnya keluarga
pada masa kecil, juga bawaan sejak lahir. Memang, karakter dan kepribadian
sering digunakan secara rancu. Ada yang
menyamakan antara keduanya. Menurut M. Newcomb, kepribadian merupakan
organisasi dari sikap-sikap (predispositions)
yang dimiliki seseorang sebagai latar belakang terhadap perikelakuan.
Kepribadian menunjuk pada organisasi
dari sikap-sikap seseorang untuk
berbuat, mengetahui, berpikir, dan merasakan secara khususnya apabila
diaberhubungan dengan orang lain atau menanggapi suatu keadaan. Karena
kepribadian tersebut merupakan abstraksi dari indiidu dan kelakuannya
sebagaimana halnya dengan masyarakat dan kebudayaan, ketiga aspek tersebut
mempunyai hubungan yang saling memengaruhi. Sementara itu, menurut Roucek and
Warren, kepribadian adalah organisasi dari faktor-faktor biologis, psikologis,
dan sosiologis yang mendasari perilaku individu-individu. Kepribadian mencakup
kebiasaan-kebiasaan, sikap, dan lain-lain sifat yang khas dimiliki seseorang
yang berkembang apabila orang tadi berhubungan dengan orang lain.[3]
C. Pengertian
Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter pada hakikatnya
adalah sebuah perjuangan bagi setiap individu untuk menghayati kebebasannya
dalam relasi mereka dengan orang lain dan lingkungannya, sehingga ia dpat
semkain mengukuhkan dirinya sebagai pribadi yang unik dan khas serta memiliki
integritas moral yang dapat dipertanggung jawabkan.
Pengertian pendidikan karakter
tersebut selain sejalan dengan pengertian karakter itu sendiri, yakni sebagai
cetak biru, format dasar, sidik jari, sesuatu yang khas dan chemistry, juga
merupakan struktur antropologi manusia; karena disanalah manusia menghayati
kebebasannya dan mengatasi keterbatasan dirinya. Struktur ontropologis ini
melihat bahwa karakter bukan sekadar hasil dari sebuah tindakan,
melainkan secara struktur merupakan hasil dan proses. Menurut Doni Koesoema A.,
(2007: 3) dinamika ini menjadi semacam dialektika terus-menerus dalam diri
manusia untuk menghayati kebebasannya dan mengatasi keterbatasannya.
Lebih lanjut pendidikan karakter juga terkait dengan tiga matra pendidikan, yaitu pendidikan individual, pendidikan social dan pendidikan moral. Selanjutnya pendidikan social terkait dengan kemampuan mnusia dalam membangun hubungan dengan manusia dan lembaga lain secara harmonis dan funngsional yang selanjutnya menjadi cermin kebebasannya dalam mengorganisasi dirinya.
Dengan demikian, karakter yang dihasilkan melalui tiga
matra pendidikan tersebut merupakan kondisi dinamis dari struktur antropologi
individu, yaitu individu yang tidak mau sekedar berhenti atas determinasi
kodratnya, melaikan juga sebuah uusaha hidup untuk menjadi semakin integral
mengatasi determinasi alam dalam dirinya, dan proses penyempurnaan dirinya
secara terus-menerus. Pendidikan karakter dalam arti yang demikian itu, menurut
Ahmad Amin, dalam etika (1983:143) adalah pendidikan yang sejak lama telah
diperjuangkan oleh para filusuf, ahli pikir, bahkan para Rosul utusan Tuhan.
Yaitu pendidikan karakter yang bersifat integral, holistik, dinamis, komprehensif
dan terus-menerus hingga terbentuk sosok manusia yang terbina seluruh potensi
dirinya, serta memiliki kebebasan dan tanggung jawab untuk mengekspresikan
dalam seluruh aspek kehidupan.
Dalam pendidikan agama memberikan sumbangan bagi pendidikan karakter dalam hal menanamkan fondasi yang lebih kokoh, kemertabatan yang paling luhur, kekayaan yang paling tinggi dan sumber kedamaian manusia yang paling dalam. Pendidikan agama berperan amat penting dibandingkan pendidikan moral dan nilai sebagaimana tersebut di atas, dalam hal mempersatukan diri manusia dengan realitas terakhir yang lebih tinggi, yaitu Tuhan Sang Pencipta yang menjadi fondasi kehidupan manusia. Pendidikan agama yang memberikan sumbangan bagi pendidikan karakter tesebut, menurut Nurcholis Madjid, dalam membangun kembali Indonesia, (2004: 39), adalah pendidikan agama yang tidak hanya berhenti pada sebatas simbol-simbol dan pelaksanaan ritualistic. Melaikan pendidikan agama yang mampu mengajak peserta didik untuk mampu menangkap makna hakiki yang ada di baliknya.
Pendidikan karakter yang ditopang oleh pendidikan moral, pendidikan nilai, pendidikan agama, dan pendidikan kewarganegaraan sama-sama membantu siswa untuk tumbuh secara lebih matang dan kaya, baik sebagai individu, maupun sebagai makhluk sosial dalam konteks kehidupan bersama.
Dalam pendidikan agama memberikan sumbangan bagi pendidikan karakter dalam hal menanamkan fondasi yang lebih kokoh, kemertabatan yang paling luhur, kekayaan yang paling tinggi dan sumber kedamaian manusia yang paling dalam. Pendidikan agama berperan amat penting dibandingkan pendidikan moral dan nilai sebagaimana tersebut di atas, dalam hal mempersatukan diri manusia dengan realitas terakhir yang lebih tinggi, yaitu Tuhan Sang Pencipta yang menjadi fondasi kehidupan manusia. Pendidikan agama yang memberikan sumbangan bagi pendidikan karakter tesebut, menurut Nurcholis Madjid, dalam membangun kembali Indonesia, (2004: 39), adalah pendidikan agama yang tidak hanya berhenti pada sebatas simbol-simbol dan pelaksanaan ritualistic. Melaikan pendidikan agama yang mampu mengajak peserta didik untuk mampu menangkap makna hakiki yang ada di baliknya.
Pendidikan karakter yang ditopang oleh pendidikan moral, pendidikan nilai, pendidikan agama, dan pendidikan kewarganegaraan sama-sama membantu siswa untuk tumbuh secara lebih matang dan kaya, baik sebagai individu, maupun sebagai makhluk sosial dalam konteks kehidupan bersama.
Keberhasilan
suatu bangsa dalam memperoleh tujuannya tidak hanya ditentukan oleh mlimpah
ruahnya sumber daya alam, tetapi sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya
manusianya. Bahkan ada yang mengatakan bahwa “Bangsa yang besar dapat dilihat
dari kualitas/karakter bangsa (manusia) itu sendiri.”
Sejak
2500 tahun yang lalu, Socratestelah berkata bahwa tujuan paling mendasar dari
pendidikan adalah untuk membuat seseorang menjadi good and smart. Dalam sejarahIslam, sekitar 1400 tahun yang lalu,
Muhammad saw. Sang Nabi terakhir dalam ajaran Islam, juga menegaskan bahwa misi
utamanya dalam mendidik manusia adalah untuk menyempurnakan akhlak dan
mengupayakan pembentukan karakter yanag baik (good character). Berikutnya, ribuan
tahun setelah itu, rumusan tujuan utama pendidikan tetap pada wilayah
serupa,yakni pembentukan kepribadian manusia yang baik.[4]
Penjelasan
mengenai pendidikan karakter di berikan oleh para ahli misalnya :
1. Pendidikan Karakter Menurut Lickhona
Lickona menyatakan
bahwa pengertian pendidikan karakter adalah suatu usaha yang disengaja untuk
membantu seseorang sehingga ia dapat memahami, memperhatikan, dan melakukan
nilai-nilai etika yang inti.
2. Pendidikan Karakter Menurut Suyanto
Suyanto mendefinisikan
karakter sebagai cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap
individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat,
bangsa, maupun negara.
3. Pendidikan Karakter Menurut Kamus
Psikologi
Menurut kamus psikologi, karakter adalah kepribadian
ditinjau dari titik tolak etis atau moral, misalnya kejujuran seseorang, dan
biasanya berkaitan dengan sifat-sifat yang relatif tetap.[5]
D. Pengertian Beda Karakter dan Kepribadian.
Kepribadian adalah
hadiah dari Tuhan Sang Pencipta saat manusia dilahirkan dan setiap orang yang
memiliki kepribadian pasti ada
kelemahannya dan kelebihannya di aspek kehidupan sosial dan masing-masing
pribadi. Kepribadian manusia
secara umum ada 4, yaitu :
1. Koleris : tipe ini
bercirikan pribadi yang suka kemandirian, tegas, berapi-api, suka tantangan,
bos atas dirinya sendiri.
2. Sanguinis : tipe ini
bercirikan suka dengan hal praktis, happy dan ceria selalu, suka kejutan, suka
sekali dengan kegiatan social dan bersenang-senang.
3. Phlegmatis :
tipe ini bercirikan suka bekerjasama, menghindari konflik, tidak suka perubahan
mendadak, teman bicara yang enak, menyukai hal yang pasti.
4. Melankolis : tipe ini
bercirikan suka dengan hal detil, menyimpan kemarahan, Perfection, suka
instruksi yang jelas, kegiatan rutin sangat disukai.
Saat setiap manusia belajar untuk
mengatasi dan memperbaiki kelemahannya, serta memunculkan kebiasaan positif
yang baru, inilah yang disebut dengan Karakter. Misalnya,
seorang dengan kepribadian Sanguin
yang sangat suka bercanda dan terkesan tidak serius, lalu sadar dan belajar sehingga
mampu membawa dirinya untuk bersikap serius dalam situasi yang membutuhkan
ketenangan dan perhatian fokus, itulah Karakter. Pendidikan Karakter
adalah pemberian pandangan mengenai berbagai jenis nilai hidup,
seperti kejujuran, kecerdasan, kepedulian dan lain-lainnya. Dan itu adalah
pilihan dari masing-masing individu yang perlu dikembangkan dan perlu di bina,
sejak usia dini (idealnya).
Karakter tidak bisa diwariskan,
karakter tidak bisa dibeli dan karakter tidak bisa ditukar. Karakter harus dibangun
dan dikembangkan secara sadar hari demi hari dengan melalui suatu proses yang tidak
instan. Karakter bukanlah sesuatu bawaan sejak lahir yang tidak dapat diubah
lagi seperti sidik jari.Banyak kami perhatikan bahwa orang-orang dengan
karakter buruk cenderung mempersalahkan keadaan mereka. Mereka sering menyatakan
bahwa cara mereka dibesarkan yang salah, kesulitan keuangan, perlakuan orang
lain atau kondisi lainnya yang menjadikan mereka seperti sekarang ini. Memang
benar bahwa dalam kehidupan, kita harus menghadapi banyak hal di luar kendali
kita, namun karakter Anda tidaklah demikian. Karakter Anda selalu merupakan
hasil pilihan Anda.Ketahuilah bahwa Anda mempunyai potensi untuk menjadi
seorang pribadi yang berkarakter, upayakanlah itu. Karakter, lebih dari apapun
dan akan menjadikan Anda seorang pribadi yang memiliki nilai tambah.
Karakter akan melindungi segala sesuatu yang Anda hargai dalam kehidupan
ini.Setiap orang bertanggung jawab atas karakternya. Anda memiliki kontrol
penuh atas karakter Anda, artinya Anda tidak dapat menyalahkan orang lain atas
karakter Anda yang buruk karena Anda yang bertanggung jawab penuh.
Mengembangkan karakter adalah tanggung jawab pribadi Anda.
E.
Pendidikan Karakter dalam Islam
Puncak karakter seorang muslim adalah taqwa, dan
indikator ketaqwaannya adalah terletak pada akhlaknya. Bangsa yang Beradab
adalah bangsa yang maju. Tujuan pendidikan yaitu manusia berkarakter taqwa
yaitu manusia yang memiliki akhlak budi pekerti yang luhur. Karakter
dibangun berdasarkan pemahaman tentang hakikat dan struktur kepribadian manusia
secara integral. Sehingga manusia berkarakter taqwa adalah gambaran manusia
ideal yaitu manusia yang memiliki kecerdasan spiritual (spiritual quotient).
Kecerdasan spiritual inilah yang
seharusnya paling ditekankan dalam pendidikan. Hal ini dilakukan dengan
penanaman nilai-nilai etis religius melalui keteladanan dari keluarga, sekolah
dan masyarakat, penguatan pengamalan peribadatan, pembacaan dan penghayatan
kitab suci Al-Qur’an, penciptaan lingkungan baik fisik maupun sosial yang
kondusif.
Apabila spiritualitas anak sudah
tertata, maka akan lebih mudah untuk menata aspek-aspek kepribadian
lainnya. Maksudnya, kalau kecerdasan spiritual anak berhasil
ditingkatkan, secara otomatis akan meningkatkan kecerdasan-kecerdasan lainnya
seperti kecerdasan emosional (emotional quotient), kecerdasan memecahkan
masalah (adversity quotient) dan kecerdasan intelektual (intellectual
quotient). Inilah sebenarnya kunci mengapa aktifitas pendidikan yang berbasis
agama lebih banyak berhasil dalam membentuk kepribadian anak.
Keterpaduan, keserasian dan
pencahayaan Godspot (ruh) terhadap kalbu, akal dan nafsu dan jasad jelas akan
memaksimalkan kecerdasan dan fungsi masing-masing. Dalam konteks tujuan
pendidikan, hal ini akan mampu membentuk anak didik yang memiliki kekokohan
akidah (quwwatul aqidah), kedalaman ilmu (quwwatul ilmi), ketulusan dalam
pengabdian (quwwatul ibadah) dan keluhuran pribadi (akhlakul karimah).
Abdurrahman Saleh Abdullah
mengatakan bahwa pendidikan Islam bertujuan untuk memberikan keperibadian
sebagai khalifah Allah SWT. Tujuan utama khalifah Allah adalah beriman kepada
Allah dan tunduk serta patuh secara total kepadanya yang didasarkan pada sifat
dasar manusia, yaitu tubuh, ruh, dan akal yang masing-masing harus
dijaga.
Pendidikan karakter seharusnya
berangkat dari konsep dasar manusia: fitrah. Setiap anak dilahirkan menurut
fitrahnya, yaitu memiliki akal, nafsu (jasad), hati dan ruh. Konsep inilah yang
sekarang lantas dikembangkan menjadi konsep multiple intelligence. Dalam Islam
terdapat beberapa istilah yang sangat tepat digunakan sebagai pendekatan
pembelajaran. Konsep-konsep itu antara lain: tilâwah, ta’lîm’, tarbiyah,
ta’dîb, tazkiyah dan tadlrîb. Tilâwah menyangkut kemampuan membaca; ta’lim
terkait dengan pengembangan kecerdasan intelektual (intellectual
quotient); tarbiyah menyangkut kepedulian dan kasih sayang secara
naluriah yang didalamnya ada asah, asih dan asuh; ta’dîb terkait dengan
pengembangan kecerdasan emosional (emotional quotient); tazkiyah terkait dengan
pengembangan kecerdasan spiritual (spiritual quotient); dan tadlrib terkait
dengan kecerdasan fisik atau keterampilan (physical quotient atau adversity
quotient).
Metode pembelajaran yang menyeluruh
dan terintegrasi. Pendidik yang hakiki adalah Allah, guru adalah penyalur
hikmah dan berkah dari Allah kepada anak didik. Tujuannya adalah agar anak
didik mengenal dan bertaqwa kepada Allah, dan mengenal fitrahnya sendiri.
Pendidikan adalah bantuan untuk menyadarkan, membangkitkan, menumbuhkan,
memampukan dan memberdayakan anak didik akan potensi fitrahnya.
Untuk mengembangkan kemampuan
membaca, dikembangkan metode tilawah tujuannya agar anak memiliki kefasihan
berbicara dan kepekaan dalam melihat fenomena. Untuk mengembangkan potensi
fitrah berupa akal dikembangkan metode ta’lîm, yaitu sebuah metode pendidikan
ilmu pengetahuan dan teknologi yang menekankan pada pengembangan aspek kognitif
melalui pengajaran. Dalam pendidikan akal ini sasarannya adalah terbentuknya
anak didik yang memiliki pemikiran jauh ke depan, kreatif dan inovatif.
Sedangkan output-nya adalah anak yang memiliki sikap ilmiah, ulûl albâb dan
mujtahid. Ulul Albab adalah orang yang mampu mendayagunakan potensi pikir
(kecerdasan intelektual/IQ) dan potensi dzikirnya untuk memahami fenomena
ciptaan Tuhan dan dapat mendayagunakannya untuk kepentingan kemanusiaan.
Sedangkan mujtahid adalah orang mampu memecahkan persoalan dengan kemampuan
intelektualnya. Hasilnya yaitu ijtihad (tindakannya) dapat berupa ilmu
pengetahuan maupun teknologi. Outcome dari pendidikan akal (IQ) terbentuknya
anak yang saleh (waladun shalih).
Pendayagunaan potensi pikir dan
zikir yang didasari rasa iman pada gilirannya akan melahirkan kecerdasan
spiritual (spiritual quotient/SQ). Dan kemampuan mengaktualisasikan kecerdasan
spiritual inilah yang memberikan kekuatan kepada guru dan siswa untuk meraih
prestasi yang tinggi.
Metode tarbiyah digunakan untuk
membangkitkan rasa kasih sayang, kepedulian dan empati dalam hubungan
interpersonal antara guru dengan murid, sesama guru dan sesama siswa.
Implementasi metode tarbiyah dalam pembelajaran mengharuskan seorang guru bukan
hanya sebagai pengajar atau guru mata pelajaran, melainkan seorang bapak atau
ibu yang memiliki kepedulian dan hubungan interpersonal yang baik dengan
siswa-siswinya. Kepedulian guru untuk menemukan dan memecahkan persoalan yang
dihadapi siswanya adalah bagian dari penerapan metode tarbiyah.
Metode ta’dîb digunakan untuk
membangkitkan raksasa tidur, kalbu (EQ) dalam diri anak didik. Ta’dîb lebih
berfungsi pada pendidikan nilai dan pengembangan iman dan taqwa. Dalam
pendidikan kalbu ini, sasarannya adalah terbentuknya anak didik yang memiliki
komitmen moral dan etika. Sedangkan out put-nya adalah anak yang memiliki
karakter, integritas dan menjadi mujaddid. Mujaddid adalah orang yang memiliki
komitmen moral dan etis dan rasa terpanggil untuk memperbaiki kondisi
masyarakatnya. Dalam hal mujaddid ini Abdul Jalil (2004) mengatakan: “Banyak
orang pintar tetapi tidak menjadi pembaharu (mujaddid). Seorang pembaharu itu
berat resikonya. Menjadi pembaharu itu karena panggilan hatinya, bukan karena
kedudukan atau jabatannya”.
Metode tazkiyah digunakan untuk membersihkan
jiwa (SQ). Tazkiyah lebih berfungsi untuk mensucikan jiwa dan mengembangkan
spiritualitas. Dalam pendidikan Jiwa sasarannya adalah terbentuknya jiwa yang
suci, jernih (bening) dan damai (bahagia). Sedang output-nya adalah
terbentuknya jiwa yang tenang (nafs al-mutmainnah), ulûl arhâm dan tazkiyah.
Ulûl arhâm adalah orang yang memiliki kemampuan jiwa untuk mengasihi dan
menyayangi sesama sebagai manifestasi perasaan yang mendalam akan kasih sayang
Tuhan terhadap semua hamba-Nya. Tazkiyah adalah tindakan yang senantiasa
mensucikan jiwanya dari debu-debu maksiat dosa dan tindakan sia-sia
(kedlaliman).
Metode tadlrîb (latihan) digunakan
untuk mengembangkan keterampilan fisik, psikomotorik dan kesehatan fisik.
Sasaran (goal) dari tadlrîb adalah terbentuknya fisik yang kuat, cekatan dan
terampil. Output-nya adalah terbentuknya anaknya yang mampu bekerja keras,
pejuang yang ulet, tangguh dan seorang mujahid. Mujahid adalah orang yang mampu
memobilisasi sumber dayanya untuk mencapai tujuan tertentu dengan kekuatan,
kecepatan dan hasil maksimal.
Sebenarnya metode pembelajaran yang
digunakan di sekolah lebih banyak dan lebih bervariasi yang tidak mungkin semua
dikemukakan di sini secara detail. Akan tetapi pesan yang hendak dikemukakan di
sini adalah bahwa pemakaian metode pembelajaran tersebut adalah suatu bentuk
mission screed yaitu sebagai penyalur hikmah, penebar rahmat Tuhan kepada anak
didik agar menjadi anak yang saleh. Semua pendekatan dan metode pendidikan dan
pengajaran (pembelajaran) haruslah mengacu pada tujuan akhir pendidikan yaitu
terbentuknya anak yang berkarakter taqwa dan berakhlak budi pekerti yang luhur.
Metode pembelajaran dikatakan mengemban misi suci karena metode sama pentingnya
dengan substansi dan tujuan pembelajaran itu sendiri.
Pendekatan dan metode pendidikan dan
pengajaran (pembelajaran) mengacu pada tujuan akhir pendidikan yaitu
terbentuknya anak yang berkarakter taqwa dan berakhlak budi pekerti yang luhur.
Serta bagi mereka yang sudah dewasa tetap dituntut adanya pengembangan diri
agar kualitas keperibadian meningkat serempak dengan meningkatnya tantangan
hidup yang selalu berubah. Dalam hubungan ini dikenal apa yang disebut
Pendidikan sepanjang hidup. Pembentukan pribadi mencakup pembentukan cipta,
rasa, karsa (kognitif, afektif, psikomotor) yang sejalan dengan pengembangan
fisik.
Belajar adalah pertualangan seumur
hidup, perjalanan eksplorasi tanpa akhir untuk menciptakan pemahaman personal
kita sendiri. Pertualangan itu haruslah melibatkan kemampuan-kemampuan untuk
secara terus menerus menganalisis dan meningkatkan cara belajar. Juga,
kemampuan untuk sadar akan proses belajar dan berfikir secara mandiri. Belajar
harus dimulai jauh sebelum hari pertama anak dan terus berlangsung seumur
hidupnya. Seharusnya kita tidak boleh berhenti belajar dan mengemplementasikan
apa yang telah kita pelajari.
1. Karakter Pribadi Rasullullah Sebagai Simpul
Akhlak Islam
Implementasi
akhlak dalam Islam tersimpul dalam karakter pribadi Rasullullah Saw. Dalam
pribadi Rasul, bersemai nilai-nilai akhlak yang mulia dan agung. Al-Qur’an
dalam surah al-Ahzab/33ayat 21menyatakan :”sesungguhnya telah ada pada diri
Rasullullahsuri teladan yang baik”. Dalam suatuhadis juga dinyatakan:
“sesungguhnya aku diutus didunia itu tak lain untuk menyempurnakan akhlakbudi
pekerti yang mulia” (HR. Ahmad).
Akhlak tidak diragukan
lagi memiliki peran besar dalam kehidupan mannusia. Pembinaan akhlak mulia dari
individu. Hakikat akhlak itu memangindividual, yang kemudian diproyeksikan
menyebar ke individu-individu lainnya, lalu setelah jumlah individu yang
tercerahkan secara akhlak menjadi banyak, dengan sendirinya akan mewarnai
kehidupan masyarakat. Pembinaan akhlak selanjutnya dilakukan dalam lingkungan
keluarga dan harus dilakukan sedini mungkin sehingga mempengaruhi pertumbuhan
dan perkembangan anak. Melalui pembinaan akhlak pada setiap individu dan
keluarga akan tercipta peradaban masyarakat yang tentram dan sejahtera.
Dalam Islam, akhlak
menempatikedudukan penting dan dianggap memiliki fungsi yang vital dalam
memandu kehidupan masyarakat. Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an surat
an-Nahl/16 ayat 90: “sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) belaku adil dan berbuat
kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang perbuatan keji
kemungkaran dan permusuhan, Dia memberi pengajarankepadamu agar kamu dapat
mengambil pelajaran”. Pendidikan akhlak dalam Islam diperuntukkan bagi m,anusia
yang merindukan kebahagiaan dalam arti yang hakiki, bukan kebahagiaan semu.
Akhlak Islam adalah akhlak yang benar-benar memelihara eksisitensi manusia
sebagai makhluknterhormat sesuai dengan fitrahnya, sebagaimana Rasullullah Sww.
Bersabda: “kamu tidak bisa memperoleh simpati semua orang dengan hartamu,
tetapi dengan wajah yang menarik (simpati) dan dengan akhlak yang baik” (HR.Abu
Yu’la dan Al-Baihaqi).
BAB III
PENUTUP
A.
Simpulan
Karakter adalah sifat kejiwaan,
akhlak atau budi pekerti yang menjadi ciri khas seseorang atau sekelompok
orang. Pendidikan karakter mengandung
arti membangun sifat atau pola perilaku yang didasari atau berkaitan dengan
dimensi moral yang positif atau baik, bukan yang negatif atau buruk. Dengan
demikian bahwa :
1.
Pendidikan karakter dalam islam adalah fokus, bertahap dan konsisten terhadap
pembinaan sejak dini.
2.
Mengutamakan bahasa perbuatan lebih baik
dari perkataan. Aisyah menyebut Rasulullah SAW sebagai Al Qur’an yang berjalan.
3.
Menanamkan keyakinan bersifat ideologis
sehingga menghasilkan nilai moral dan etika dalam mengubah masyarakatnya.
Daftar Pustaka
Ahmad Tafsir. Pendidikan KarakterPerspektif Islam, Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2012
Barnawi & Arifin M. Strategi Dan Kebijakan Pembelajaran
Pendidikan Karakter, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2012
Lickona Thomas. Pendidikan Karakter, Bandung: Nusa
Media, 2013
Mu’in Fatchul. Pendidikan Karakter: Konstruksi Teoritik dan
Praktik, Jogjakarta:Ar-Ruzz Media, 2011
[1] Eko Susilo, Dasar-Dasar Pendidikan. Semarang: Effhar Offset,
1990) hlm. 12
[2] Fatchul Mu’in, Pendidikan
Karakter: Konstruksi Teoritik & Praktik, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media,
2011) hlm. 288
[3] Ibid, hlm. 161
[4] Ahmad Tafsir, Pendidikan
Karakter Perspektif Islam, (Bandung:
PT REMAJA ROSDAKARYA, 2012) hlm. 2
[5] Barnawi& M.Arifin, Strategi
& Kebijakan Pembelajaran Pendidikan Karakter, (Jogjakarta: AR-RUZZ
MEDIA, 2012) hlm. 20
0 komentar:
Posting Komentar